Cerdas Dalam Menanggapi Hoax
Oleh : Romy
Alvianur (04171065)
Pada kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi, saat ini tidak hanya memberikan dampak yang
positif tetapi juga memberikan dampak buruk. Penyampaian akan informasi begitu
cepat dimana setiap orang dengan mudahnya memproduksi informasi, dan informasi
yang begitu cepat tersebut masuk melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, instagram ataupun
pesan telepon genggam seperti, whatsapp dan
lain sebagainya yang tidak dapat di filter atau di saring dengan baik.
Informasi yang
dikeluarkan baik perorangan maupun badan usaha melalui media sosial dan
elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang, tentu dapat
mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran
dan bahkan tindakan seseorang ataupun kelompok. Sangat disayangkan
apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat
terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax) dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan
penerima opini yang negatif, fitnah, penyebar kebencian, yang diterima dan
menyerang pihak lain, ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat
merugikan pihak yang diberitakan, sehingga dapat merusak reputasi dan
menimbulkan kerugian materi.
CNN indonesia menyebutkan
pada tahun 2016 bahwa dalam data yang dipaparkan oleh kementrian komunikasi dan
informatika menyebutkan ada sebanyak 800 ribu situs di indonesia yang
terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian ( hate speech) (pratama, 2016). Kemkominfo juga selama
tahun 2016 sudah memblokir 773 ribu situs berdsasarkan pada 10 kelompok.
Kesepuluh kelompok tersebut diantaranya mengandung unsur pornografi, SARA, penipuan/dagang ilegal, narkoba, perjudian,
radikalisme, kekerasan terhadap anak, keamanan internet dan Hak kekayaan
intelektual (HKI).
Bila
mendengar kata hoax tentu sudah tidak familiar lagi di pikiran kita dan tentu
yang kita pikirkan adalah suatu berita yang bohong. Namun tahukah anda darimana asal-usul hoax itu?
Menurut
Lynda walsh dalam buku berjudul sains
Against science, isitilah hoax atau kabar bohong merupakan istilah dalam bahasa inggris yang
masuk sejak era industri. Dan diperkirakan pertama kali muncul pada 1808.
Seperti dilansir antara, jumat 6 januari 2016, asal kata “hoax” yakni “hocus”
dari mantra “Hocus Pocus” frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa dengan
“simsalabim”.
Alexander
boese dalam bukunya, museum of hoaxes, mencatat hoax pertama yang
dipublikasikan adalah almanak atau peninggalan palsu yang dbuat Isaac
Bickerstaff alias jonathan swift pada 1709. Saat itu ia meramalkan kematian
astolog john partidge. Agar meyakinkan publik, ia bahkan membuat obituari palsu
tentang patridge pada hari yang diramalkan sebagai hari kematiannya.
Swift
mengarang informasi tersebut untuk mempermalukan patridge di mata publik. Patridge pun berhenti membuat almanak
astrologi hingga enam tahun setelah hoax itu beredar. Hal ini tentu sangat
merugikan patridge.
Namun
salah satu hoax yang pernah menggemparkan dunia yaitu adalah ancaman asteroid
mengahantam bumi hingga menyebabkan kiamat. NASA pada tahun 2015 akhirnya
membantah rumor asteroid jauth dan mengakinatkan kerusakan besar di bumi.
Menurut mereka, asteroid yang berpotensi berbahaya memiliki 0,01 persen berdampak
pada bumi selama 100 tahun kedepan. “kalau ada objek besar yang merusak pada
september, tentu kami sudah bertindak sekarang,” kata manager objek Dekat Bumi
NASA Paul Chodas, Pada Agustus 2015.
Di
indonesia sendiri sudah banyak sekali kasus-kasus hoax yang terjadi pada
beberapa tahun belakangan ini, salah satunya yaitu diberitakan bahwa ada 21
ribu pekerja asing asal tiongkok di indonesia yang mengakibatkan banyaknya
pengangguran , dan saat itu kepolisian sedang melacak penyebar berita bohong tersebut,
hingga presiden joko widodo membantah akan hal tersebut.
Dari
kejadian-kejadian diatas, maka timbul sebuah pertanyaan mengapa hoax menyebar Dilansir dari Direktur Institue Of Cultural
Capital di University Of Liverpool semeon yates dalam tulisannya yang dimuat
dalam world.edu, Fake News-Why People Believe it and what Can Be Done to
Counter It, menyebutkan ada fenomena bubbles atau gelembung dalam penggunaan
media sosial atau medsos.
Pengguna
medsos cenderung berinteraksi dengan orang yang memiliki keterkaitan yang sama
dengan diri sendiri. Bila dikaji dari studi kelas sosial, gelembung medsos
tersebut mencerminkan gelembung “offlnine” sehari –hari. Kelompok tersebut
kembali ke model lama, juga bertumpu pada opini pemimpin merka yang memiliki
pengaruh di jejaring sosial. Kabar bohong yang beredar di medsos, menjadi viral
ketika di ambil oleh situs atau pihak terkemuka yang memiliki banyak pengikut.
Dan juga kecepatan dan sifatnya medsos yang begitu mudahnya dibagikan
(shareability), sekaligus berperan dalam penyebaran berita. sebagaimana
ditekankan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada masa jabatannya,” menjadi
sulit membedakan mana yang palsu dari fakta, dan sudah banyak bukti serta butuh
banyak perjuangan untuk menghadapi ini”.
Kemudian
timbulah masalah berikutnya bahwa mencabut “berita palsu” di medsos saat ini
kurang didukung teknologi. Meskipun tulisan dapat dihapus, imi adalah tindakan
pasif, kurang bermakna daripada pencabutan satu paragraf dari surat kabar. Agar
memberi dampak yang diperlukan tidak hanya mengapus postingan, tetapi menyoroti
dan mengaruskan pengguna untuk melihat dan menyadari bahwa berita yang dimaksud
sebagai “berita palsu”.
Jadi apakah berita palsu adalah manifestasi
dari masa media digital dan sosial? Tampaknya mungkin medsos dapat memperkuat
penyebaran informasi yang salah. Ini bukan persyaratan teknologi, tapi pilihan
oleh desainer sistem dan regulator merkeka ( dimana mereka berada). Dan media
yang mainstream (pasaran) mungkin telah membimbing reputasi mereka sendiri
melalui liputan berita palsu, yaitu membuka pintu ke sumber berita lainya.
Hingga suatu berita yang belum diketahui kebenarannya begitu cepat melesat
keseluruh penjuru dunia.
Pesan
nyata dari masalah hoax ini adalah, tanyakan kepada diri sendiri, seberapa
sering Anda memeriksa fakta cerita sebelum menyebarkannya? Maka, hati-hati
dengan informasi, informasi bisa membuat hidup kita mudah, bisa juga membuat
kita celaka, ada orang yang masuk penjara gara-gara mentweet atau memposting status di media sosial.
Tak jarang permusuhan antar kelompok gara-gara
informasi yang mengadu domba, berita,
fakta, prasangka, gosip, fitnah semua bercampur aduk, jika tidak
pandai memilah maka dapat berbahaya. Tak heran rasulullah SAW pernah bersabda “salaamatul insan fii hifdhilisan”
keselamatan seseorang tergantung pada menjaga lisan. Lisan disini bukan hanya
kata-kata yang keluar dari mulut kita, tetapi juga tweet dan status yang kita posting, informasi yang kita share dan
berita sms dan bbm yang kita broadcast.
Jadi
bagaimana harusnya kita mengolah informasi?
·
TABAYYUN (konfirmasi)
Allah SWT mengajarkan
kepada kita untuk selalu konfirmasi, yang mana dijelaskan “jika datang kepadamu
orang yang fasik dengan informasi, maka TABAYYUNlah (periksalah) dengan teliti.
(QS AL – HUJUROT [49]:6) terkadang kita menerima broadcast message, tanpa pikir
panjang kita membroadcastnya lagi pada seluruh kontak kita tanpa mengecek
kebenarannya, itulah sifat dasar kita malas mengecek informasi. Karena itu
suatu informasi bisa menyebar begitu cepat dan tak terbendung, konon ketika
kabar baik baru bermunculan beberapa kilo meter, kabar buruk sudah melesat
mengelilingi bola dunia dan ketika informasi sudah menyebar akan sulit
membendungnya.
·
ZHAN (prasangka)
Kadang
informasi yang kita terima mengandung prasangka, jika informasi itu benar, maka
itu adalah GHIBAH, dan jika informasi
itu salah, maka itu adalah FITNAH,
tidak ada pilihan, maka dari itu jangan ikut-ikutan menyebarkannya “ sesungguhnya prasangka tak memberimu
sedikitpun kebenaran....” (QS. ANNAJM AYAT 28). Zhan prasangka dalam bahasa inggris Pre judice, pre yang artinya sebelum dan judice adalah menghukum, jadi prasangka adalah menghukum orang sebelum
kita mengetahui informasi yang lengkap.
·
BICARA YANG BAIK ATAU DIAM
Takwa itu
seperti orang yang berjalan di antara duri-duri, jadi selalu berhati-hati agar
tidak terkena duri, demikianlah sikap orang yang bertaqwa terhadap informasi,
tak asal percaya dan berfikir 1000x sebelum menyebarkan. Jika kita mudah
menerima dan mengirimsemua informasi yang kita lihat dan kita dengar, maka
menurut Rasululullah SAW kita adalah termasuk pendusta “cukuplah seseorang itu dikatakan pendusta, kalau dia menceritakan semua
yang dia dengar” (HR. Muslim).
Maka dari itu
sebelum mengeshare sebuah berita pertanyakanlah kepada dirimu tentang beberapa
hal berikut:
1.Apakah berita ini
benar? apakah saya sudah mengkonfirmasi
kebenaran dari berita ini?
2. Apakah ini
fakta? Atau prasangka?
3. Jika berita ini
fakta dan benar, apakah memang perlu untuk disebarkan? Apakah ada orang yang
merasa disakiti dengan adanya berita ini?
4. Apakah berita
ini memberiakn kebaikan? Atau justru menyulut kepada permusuhuan?
Jika hal-hal diatas
sudah kita periksa maka kita pasti tentu akan tahu baik buruk dari berita yang
akan kita share.
Demikian artikel
ini semoga dapat menambah wawasan serta kecerdasan kita dalam memilah sebuah
informasi dengan baik dan bijaksana semoga bermanfaat, Wassalamualaikum wr.wb.