Senin, 27 November 2017

Cerdas Dalam Menanggapi Hoax

Cerdas Dalam Menanggapi Hoax
Oleh : Romy Alvianur (04171065)

Pada kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, saat ini tidak hanya memberikan dampak yang positif tetapi juga memberikan dampak buruk. Penyampaian akan informasi begitu cepat dimana setiap orang dengan mudahnya memproduksi informasi, dan informasi yang begitu cepat tersebut masuk melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, instagram ataupun pesan telepon genggam seperti, whatsapp dan lain sebagainya yang tidak dapat di  filter atau di saring dengan baik.
Informasi yang dikeluarkan baik perorangan maupun badan usaha melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang, tentu dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran  dan bahkan tindakan seseorang ataupun kelompok. Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax) dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima opini yang negatif, fitnah, penyebar kebencian, yang diterima dan menyerang pihak lain, ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat merugikan pihak yang diberitakan, sehingga dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian materi.
CNN indonesia menyebutkan pada tahun 2016 bahwa dalam data yang dipaparkan oleh kementrian komunikasi dan informatika menyebutkan ada sebanyak 800 ribu situs di indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian ( hate speech) (pratama, 2016). Kemkominfo juga selama tahun 2016 sudah memblokir 773 ribu situs berdsasarkan pada 10 kelompok. Kesepuluh kelompok tersebut diantaranya mengandung unsur pornografi, SARA, penipuan/dagang ilegal, narkoba, perjudian, radikalisme, kekerasan terhadap anak, keamanan internet dan Hak kekayaan intelektual (HKI).
Bila mendengar kata hoax tentu sudah tidak familiar lagi di pikiran kita dan tentu yang kita pikirkan adalah suatu berita yang bohong. Namun tahukah anda darimana asal-usul hoax itu?
Menurut Lynda walsh dalam buku berjudul sains Against science, isitilah hoax atau kabar bohong  merupakan istilah dalam bahasa inggris yang masuk sejak era industri. Dan diperkirakan pertama kali muncul pada 1808. Seperti dilansir antara, jumat 6 januari 2016, asal kata “hoax” yakni “hocus” dari mantra “Hocus Pocus” frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa dengan “simsalabim”.
Alexander boese dalam bukunya, museum of hoaxes, mencatat hoax pertama yang dipublikasikan adalah almanak atau peninggalan palsu yang dbuat Isaac Bickerstaff alias jonathan swift pada 1709. Saat itu ia meramalkan kematian astolog john partidge. Agar meyakinkan publik, ia bahkan membuat obituari palsu tentang patridge pada hari yang diramalkan sebagai hari kematiannya.
Swift mengarang informasi tersebut untuk mempermalukan patridge di mata publik.  Patridge pun berhenti membuat almanak astrologi hingga enam tahun setelah hoax itu beredar. Hal ini tentu sangat merugikan patridge.
Namun salah satu hoax yang pernah menggemparkan dunia yaitu adalah ancaman asteroid mengahantam bumi hingga menyebabkan kiamat. NASA pada tahun 2015 akhirnya membantah rumor asteroid jauth dan mengakinatkan kerusakan besar di bumi. Menurut mereka, asteroid yang berpotensi berbahaya memiliki 0,01 persen berdampak pada bumi selama 100 tahun kedepan. “kalau ada objek besar yang merusak pada september, tentu kami sudah bertindak sekarang,” kata manager objek Dekat Bumi NASA Paul Chodas, Pada Agustus 2015.
Di indonesia sendiri sudah banyak sekali kasus-kasus hoax yang terjadi pada beberapa tahun belakangan ini, salah satunya yaitu diberitakan bahwa ada 21 ribu pekerja asing asal tiongkok di indonesia yang mengakibatkan banyaknya pengangguran , dan saat itu kepolisian sedang melacak penyebar berita bohong tersebut, hingga presiden joko widodo membantah akan hal tersebut.
Dari kejadian-kejadian diatas, maka timbul sebuah pertanyaan mengapa hoax menyebar Dilansir dari Direktur Institue Of Cultural Capital di University Of Liverpool semeon yates dalam tulisannya yang dimuat dalam world.edu, Fake News-Why People Believe it and what Can Be Done to Counter It, menyebutkan ada fenomena bubbles atau gelembung dalam penggunaan media sosial atau medsos.
Pengguna medsos cenderung berinteraksi dengan orang yang memiliki keterkaitan yang sama dengan diri sendiri. Bila dikaji dari studi kelas sosial, gelembung medsos tersebut mencerminkan gelembung “offlnine” sehari –hari. Kelompok tersebut kembali ke model lama, juga bertumpu pada opini pemimpin merka yang memiliki pengaruh di jejaring sosial. Kabar bohong yang beredar di medsos, menjadi viral ketika di ambil oleh situs atau pihak terkemuka yang memiliki banyak pengikut. Dan juga kecepatan dan sifatnya medsos yang begitu mudahnya dibagikan (shareability), sekaligus berperan dalam penyebaran berita. sebagaimana ditekankan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada masa jabatannya,” menjadi sulit membedakan mana yang palsu dari fakta, dan sudah banyak bukti serta butuh banyak perjuangan untuk menghadapi ini”.
Kemudian timbulah masalah berikutnya bahwa mencabut “berita palsu” di medsos saat ini kurang didukung teknologi. Meskipun tulisan dapat dihapus, imi adalah tindakan pasif, kurang bermakna daripada pencabutan satu paragraf dari surat kabar. Agar memberi dampak yang diperlukan tidak hanya mengapus postingan, tetapi menyoroti dan mengaruskan pengguna untuk melihat dan menyadari bahwa berita yang dimaksud sebagai “berita palsu”.
 Jadi apakah berita palsu adalah manifestasi dari masa media digital dan sosial? Tampaknya mungkin medsos dapat memperkuat penyebaran informasi yang salah. Ini bukan persyaratan teknologi, tapi pilihan oleh desainer sistem dan regulator merkeka ( dimana mereka berada). Dan media yang mainstream (pasaran) mungkin telah membimbing reputasi mereka sendiri melalui liputan berita palsu, yaitu membuka pintu ke sumber berita lainya. Hingga suatu berita yang belum diketahui kebenarannya begitu cepat melesat keseluruh penjuru dunia.
Pesan nyata dari masalah hoax ini adalah, tanyakan kepada diri sendiri, seberapa sering Anda memeriksa fakta cerita sebelum menyebarkannya? Maka, hati-hati dengan informasi, informasi bisa membuat hidup kita mudah, bisa juga membuat kita celaka, ada orang yang masuk penjara gara-gara mentweet atau memposting status di media sosial.
 Tak jarang permusuhan antar kelompok gara-gara informasi yang mengadu domba,  berita,  fakta, prasangka, gosip, fitnah semua bercampur aduk, jika tidak pandai memilah maka dapat berbahaya. Tak heran rasulullah SAW pernah bersabda “salaamatul insan fii hifdhilisan” keselamatan seseorang tergantung pada menjaga lisan. Lisan disini bukan hanya kata-kata yang keluar dari mulut kita, tetapi juga tweet dan status yang kita posting, informasi yang kita share dan berita sms dan bbm yang kita broadcast.
Jadi bagaimana harusnya kita mengolah informasi?
·         TABAYYUN (konfirmasi)
Allah SWT mengajarkan kepada kita untuk selalu konfirmasi, yang mana dijelaskan “jika datang kepadamu orang yang fasik dengan informasi, maka TABAYYUNlah (periksalah) dengan teliti. (QS AL – HUJUROT [49]:6) terkadang kita menerima broadcast message, tanpa pikir panjang kita membroadcastnya lagi pada seluruh kontak kita tanpa mengecek kebenarannya, itulah sifat dasar kita malas mengecek informasi. Karena itu suatu informasi bisa menyebar begitu cepat dan tak terbendung, konon ketika kabar baik baru bermunculan beberapa kilo meter, kabar buruk sudah melesat mengelilingi bola dunia dan ketika informasi sudah menyebar akan sulit membendungnya.
·         ZHAN (prasangka)
Kadang informasi yang kita terima mengandung prasangka, jika informasi itu benar, maka itu adalah GHIBAH, dan jika informasi itu salah, maka itu adalah FITNAH, tidak ada pilihan, maka dari itu jangan ikut-ikutan menyebarkannya “ sesungguhnya prasangka tak memberimu sedikitpun kebenaran....” (QS. ANNAJM AYAT 28). Zhan prasangka  dalam bahasa inggris Pre judice, pre yang artinya sebelum dan judice adalah menghukum, jadi prasangka adalah menghukum orang sebelum kita mengetahui informasi yang lengkap.
·         BICARA YANG BAIK ATAU DIAM
Takwa itu seperti orang yang berjalan di antara duri-duri, jadi selalu berhati-hati agar tidak terkena duri, demikianlah sikap orang yang bertaqwa terhadap informasi, tak asal percaya dan berfikir 1000x sebelum menyebarkan. Jika kita mudah menerima dan mengirimsemua informasi yang kita lihat dan kita dengar, maka menurut Rasululullah SAW kita adalah termasuk pendusta “cukuplah seseorang itu dikatakan pendusta, kalau dia menceritakan semua yang dia dengar” (HR. Muslim).
Maka dari itu sebelum mengeshare sebuah berita pertanyakanlah kepada dirimu tentang beberapa hal berikut:
1.Apakah berita ini benar?  apakah saya sudah mengkonfirmasi kebenaran dari berita ini?
2. Apakah ini fakta? Atau prasangka?
3. Jika berita ini fakta dan benar, apakah memang perlu untuk disebarkan? Apakah ada orang yang merasa disakiti dengan adanya berita ini?
4. Apakah berita ini memberiakn kebaikan? Atau justru menyulut kepada permusuhuan?
Jika hal-hal diatas sudah kita periksa maka kita pasti tentu akan tahu baik buruk dari berita yang akan kita share.

Demikian artikel ini semoga dapat menambah wawasan serta kecerdasan kita dalam memilah sebuah informasi dengan baik dan bijaksana semoga bermanfaat, Wassalamualaikum wr.wb.